03 Jan 2022

Keringanan Penundaan dan Pengangsuran Pembayaran PNBP Bagi Wajib Bayar Pelaku Usaha Kehutanan Terdampak Pandemi COVID-19

JDIH Marves – Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) merupakan bencana nasional yang mempengaruhi stabilitas ekonomi dan produktivitas masyarakat terutama bagi pelaku usaha kehutanan. Kondisi pandemi Covid-19 mempengaruhi kemampuan Wajib Bayar Pelaku Usaha Kehutanan oleh karena itu pemerintah melakukan upaya pemberian keringanan Penerimaan Negara Bukan Pajak untuk mendukung penanggulangan dampak Covid-19 dengan menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2021 tentang Keringanan Penundaan dan Pengangsuran Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak Bagi Wajib Bayar Pelaku Usaha Kehutanan Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019.

Keringanan ini berdasar pada Pasal 17 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, Keringanan, dan Pengembalian Penerimaan Negara Bukan Pajak, wajib bayar dapat mengajukan permohonan keringanan Penerimaan Negara Bukan Pajak terutang.

Keringanan PNBP yang dimaksud berupa Provinsi Sumber Daya Hutan atau yang disingkat PSDH adalah pungutan yang dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan dan/atau hasil usaha yang dipungut dari hutan negara dan/atau Dana Reboisasi atau disingkat DR adalah dana yang dipungut atas pemanfaatan kayu yang tumbuh alami dari hutan negara.

Keringanan PNBP diberikan kepada Wajib Bayar sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (1) dalam bentuk:

a. penundaan; atau

b. pengangsuran.

Wajib Bayar yang memperoleh keringanan PNBP merupakan pelaku usaha kehutanan sebagaimana Pasal 3 ayat (3) terdiri atas:

a. pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan;

b. Perum Perhutani; atau

c. pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial

Adapun kriteria yang harus dipenuhi oleh Wajib Bayar sebagaimana Pasal 3 ayat (4) sebagai berikut:

  1. tidak memiliki tunggakan PNBP berupa PSDH, DR dan/atau Denda Pelanggaran Eksploitasi Hutan; dan
  2. mengalami kerugian sebagai akibat terdampak pandemi COVID-19.

Peraturan Menteri ini mulai berlaku 1 (satu) bulan sejak diundangkan sampai dengan masa pandemi COVID-19 dinyatakan telah berakhir oleh Pemerintah Pusat.